BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Remaja”, kata itu mengandung aneka kesan. Ada orang
berkata bahwa remaja merupakan kelompok yang biasa saja, tiada beda dengan
kelompok manusia lain. Sementara pihak lain menganggap bahwa remaja adalah
kelompok yang sering menyusahkan orang tua. Pihak lainnya lagi menganggap bahwa
remaja sebagai potensi manusia yang perlu dimanfaatkan.
Pendekataan mana pun yang dijalani oleh Pembina, sebelum
ataupun bersamaan dengan usaha kongkrit dilakukan, sangat perlu adanya
pengertian dan pemahaman para Pembina terhadap remaja.
Satu
diantara usaha pengertian dan pemahaman dimaksud adalah dengan mengetahui dan
mengerti tentang pertumbuhan dan perkembangan remaja. Khususnya dalam mengantar
remaja menuju kematangan psikis dan ketangan sosialnya.
B. Tujuan
1.
Tujuan Umum
a.
Untuk membantu
kelancaran proses belajar mengajar
b.
Untuk memperbanyak buku di perpustakaan
STIKES Husada Jombang.
2.
Tujuan Khusus
a. Untuk meningkatkan minat baca
mahasiswa.
b. Meningkatkan rasa tanggung
jawab.
c.
Memenuhi tugas
mata kuliah keperawatan anak
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian Remaja
Kata “remaja” berasal dari bahasa
latin yaitu adolescere
yang berarti to grow
atau to grow maturity
(Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang
remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode
pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001)
tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara
implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).
Menurut
Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara
masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13
tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.
Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia
antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi
masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17
tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock
karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan
yang lebih mendekati masa dewasa. Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa
masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud
(dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses
perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan
psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan
cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan
orientasi masa depan.
Transisi perkembangan pada masa
remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun
sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari
masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi
badan masih terus bertambah. Sedangkan
bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh
termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu
berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001).
Yang dimaksud dengan perkembangan
adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds,
2001). Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan
tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir
secara konkret menjadi abstrak (Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan dalam
kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek
perkembangan yang dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu:
1)
Perkembangan fisik,
2)
Perkembangan kognitif,
3)
Perkembangan kepribadian dan sosial.
Masa
remaja merupakan suatu masa yang sangat menentukan karena pada masa ini
seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikis.
Terjadinya banyak perubahan tersebut sering menimbulkan kebingungan-kebingungan
atau kegoncangan jiwa remaja, sehingga disebut sebagai periode pubertas.
Mereka bingung karena pikiran dan
emosinya berjuang untuk menemukan diri,memahami dan menyeleksi serta
melaksanakan nilai-nilai yang ditemui di masyarakatnya,disampiang perasaan
ingin bebas dari segala ikatan yang
muncul dengan kuatnya.Sementara fisiknya sudah cukup besar,sehingga disebut anak
tidak mau dan disebut orang dewasa tidak mampu,sehingga para ahli menyebutnya
masa peralihan.
C.
Fase-fase Remaja dan Ciri Utamanya
Para ahli
berbeda-beda pendapatnya mengenai pembagian fase remaja, dikarenakan sulitnya
memberi bekas yang pasti.
Pembagian masa remaja;
1.
Menurut HURLOCK
menjadi 2 fase yaitu;
Ø Puberty terbagi
menjadi;
· Fase
Prepuberscent: sejak tahun terakhir masa anak
· Fase
puberscent: pemisah antara anak dengan Adolescence (kematangan seksual)
· Fase
Post-Puberscent: sejak akhir Puberscent sampai dengan 1-2 tahun masuk
kedalam fase Adolescence.
Ø Adolescence
terbagi menjadi;
· Early
Adolencence; dari usia 13-16 tahun atau 17 tahun
· Late
adolencence; 17 tahun ke atas sampai tercapainya kematanagan secara hukum
(Hurlock 1980-1982).
2. Menurut KWEE
SOEN LIANG (1980) menjadi 3 fase yaitu;
Ø Praepuberteit: pada fase ini disebut sebagai fase negatif,
· laki-laki:
13-14 tahun
·
wanita: 12-13
tahun
Ø Puberteit;
pada fase ini remaja mengalami marindu puja,
· Laki-laki;
14-18 tahun
· Wanita;
13-18 tahun
Ø Adolescence: pada fase ini remaja
sedang dalam keadaan stabil,
·
Laki-laki; 19-23 tahun
·
Wanita; 18-21 tahun
D. Perkembangan
Fisik / Seksualitas
1. Fase pra-remaja
ü Pertumbuhan badan sangat cepat, wanita nampak lebih cepat
dari pada laki-laki, sehingga dapat menyebabkan seks antagonisme.
ü Pertumbuhan
anggota badan dan otot-otot sering berjalan tak seimbang, sehingga dapat
menimbulkan kekakuan dan kekurangan serasian.
ü Seks
primer dan sekunder mulai berfungsi dan produktif di tandai dengan mimpi
pertama bagi laki-laki, dan menstruasi pertama bagi wanita.
2. Fase remaja
ü Bentuk
badan lebih banyak memanjang daripada melebar, terutama bagian badan, kaki dan
tangan.
ü Akibat
berproduksinya kelenjar hormon, maka jerawat sering timbul di bagian muka
ü Timbulnya
dorongan-dorongan seksual terhadap lawan jenis, akibat matangnya kelenjar seks.
3.
Fase adolescence (akhir masa remaja)
ü Pertumbuhan
badan merupakan batas optimal, kecuali pertumbuhan berat badan
ü Keadaan
badan dan anggota-anggotanya menjadi berimbang, muka berubah menjadi simetris
sebagaimana layaknya orang dewasa.
E. Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja
v Perkembangan fisik
Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).
v Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru. Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia & Olds, 2001).
Tahap
formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir
secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual,
serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal
remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu
menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan
seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu
memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja
berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang
masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat
memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada
masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan
konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat
membahayakan dirinya.
Pada tahap
ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka
sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan
kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang
remaja untuk berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir
sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai
suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001).
Salah satu
bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya
ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme
(Piaget dalam Papalia & Olds, 2001). Yang dimaksud dengan egosentrisme di
sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain”
(Papalia dan Olds, 2001). Elkind (dalam Beyth-Marom et al., 1993; dalam Papalia
& Olds, 2001) mengungkapkan salah satu bentuk cara berpikir egosentrisme
yang dikenal dengan istilah personal fabel.
Personal fabel adalah "suatu cerita yang kita
katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita sendiri, tetapi [cerita] itu
tidaklah benar" Kata fabel berarti cerita rekaan yang tidak berdasarkan
fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya berisi
keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus
yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang orang lain
dan fakta sebenarnya.
Papalia dan Olds (2001) dengan mengutip Elkind
menjelaskan “personal fable” sebagai berikut :
Personal fable
adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum
alam. Belief egosentrik ini mendorong
perilaku merusak diri [self-destructive] oleh remaja yang berpikir bahwa diri
mereka secara magis terlindung dari bahaya.
Misalnya seorang remaja putri
berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil [ karena perilaku seksual yang
dilakukannya ], atau seorang remaja pria berpikir bahwa ia tidak akan sampai
meninggal dunia di jalan raya [saat mengendarai mobil], atau remaja yang
mencoba-coba obat terlarang [drugs] berpikir bahwa ia tidak akan mengalami
kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada
orang lain, bukan pada dirinya. Pendapat Elkind bahwa remaja memiliki semacam
perasaan invulnerability yaitu keyakinan bahwa diri mereka tidak mungkin
mengalami kejadian yang membahayakan diri, merupakan kutipan yang populer dalam
penjelasan berkaitan perilaku berisiko yang dilakukan remaja (Beyth-Marom,
dkk., 1993). Umumnya dikemukakan bahwa remaja biasanya dipandang memiliki
keyakinan yang tidak realistis yaitu bahwa mereka dapat melakukan perilaku yang
dipandang berbahaya tanpa kemungkinan mengalami bahaya itu.
Beyth-Marom,
dkk (1993) kemudian membuktikan bahwa ternyata baik remaja maupun orang dewasa
memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku
yang berisiko merusak diri (self-destructive). Mereka juga mengemukakan adanya
derajat yang sama antara remaja dan orang dewasa dalam mempersepsi
self-invulnerability. Dengan demikian, kecenderungan melakukan perilaku
berisiko dan kecenderungan mempersepsi diri invulnerable menurut Beyth-Marom,
dkk., pada remaja dan orang dewasa adalah sama.
v Perkembangan kepribadian dan sosial
Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001).
Perkembangan sosial pada masa remaja
lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991;
Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak
melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan
bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian,
pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar. Pada diri remaja, pengaruh
lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja
telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan
tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak
dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991). Kelompok
teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang
remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et
al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds
(2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi
utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya
hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana
cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya
(Conger, 1991).
F. Ciri-ciri Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu masa
perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik,
maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.
1. Peningkatan
emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan
sebagai masa storm & stress.Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari
perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja.Dari segi kondisi
sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi
baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan
pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti
anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan
tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak
jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-
awal masa kuliah. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai
kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin
akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara
cepat, baik perubahan internal
seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan
eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat
berpengaruh terhadap konsep diri remaja. Perubahan dalam hal yang menarik bagi
dirinya dan hubungan dengan orang lain.
Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa
kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang.
Hal ini juga dikarenakan adanya
tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk
dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting.
Perubahan juga terjadi dalam
hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis
kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis,
dan dengan orang dewasa.
Perubahan
nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak- kanak menjadi kurang penting karena
sudah mendekati dewasa.
2. Kebanyakan
remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan
kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai
kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul
tanggung jawab tersebut.
G. Tugas perkembangan remaja
Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991)
antara lain :
v Memperluas hubungan antara pribadi
dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki
maupun perempuan memperoleh peranan sosial menerima kebutuhannya dan
menggunakannya dengan efektif memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan
orang dewasa lainnya mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri
sendiri memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan mempersiapkan diri dalam
pembentukan keluarga
v Membentuk
sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup. Erikson (1968, dalam Papalia, Olds
& Feldman, 2001) mengatakan bahwatugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity
confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap
perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan
untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa
yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di
masyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2001). Untuk menyelesaikan krisis ini
remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya,apa perannya dalam
masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya
menuntut seorang remaja untuk melakukan
penyesuaian mental,dan menentukan peran, sikap, nilai,serta minat yang
dimilikinya.
H.
Perkembangan Perasaan
Berbagai
perasaan telah berkembang pada masa remaja perasaan sosial, etis, dan estetis
mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan masa kematangan seksual. Di
dorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, remaja lebih mudah
terperosok ke arah tindakan seksual yang negatif.
I.
Pertimbangan Sosial
Dalam kehidupan keagamaan remaja timbul konflik antara
pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan
pilihan itu karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi.
Maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialistis sehingga
pada fase pra-remaja, remaja mempunyai sikap sosial yang negatif. Namun, pada
fase remaja terjadi proses sosial, sehingga remaja mempunyai sikap sosial yang
positif, suka bergaul dan membentuk kelompok-kelompok seusia. Pada fase
adolescence, perkembangan sosial remaja berada dalam periode krisis. Karena
mereka berada di ambang pintu kedewasaan. Kematangan konsep diri, penerimaan
dan penghargaan sosial oleh orang dewasa sekitar konsep diri, penerimaan dan
penghargaan sosial oleh orang dewasa sekitarnya serta keharusan bertingkah laku
sebagai orang dewasa, menjadi tanda Tanya besar bagi mereka, apakah sudah mampu
menjadi orang dewasa, menjadi tanda Tanya besar bagi mereka, apakah sudah mampu
menjadi orang dewasa dengan segala tugas dan tanggung jawabnya (Zakiah Drajad:
1977)
J.
Perkembangan Berpikir
Perkembangan
berpikir pada remaja itu lebih kritis dibandingkan pada masa anak-anak.Pada
fase remaja tingkat berpikir berada dalam stadium operasional formal yang
bersifat verbal yang menekankan pada penggunaan rasio atau logika. Kemudian
kemampuan berpikir operasional formal nampaknya mencapai kematangan pada fase
adolescence,sehingga mampu menyusun rencana-rencana,
menyusun
alternative dan menentukan pilihan dalam hidup dan kehidupannya.
K.
Perkembangan Moral dan Nilai
Organ-organ seks yang telah matang menyebabkan remaja
mendekati lawan seks. Ada dorongan-dorongan seks dan kecenderungan memenuhi
dorongan itu, sehingga kadang-kadang dinilai oleh masyarakat tidak sopan. Tambahan pula,
ada keberanian mereka menonjolkan seks sarta keberanian dalam pergaulan dan
menyerempet bahaya. Dari keadaan tersebut itulah kemudian sering timbul masalah
dengan orang tua atau orang dewasa lainnya, hal ini terjadi sekitar usia 15-17
tahun.Setelah masa ini, stabilitas mulai timbul dan meningkat, remaja lebih
dapat mengadakan penyesuaian-penyusaian dalam aspek kehidupannya.
L.
Perkembangan Jiwa Agama
Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya
dengan moral. Bahkan, seperti yang dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983),
agama memberikan sebuah kerangka moral. Sehingga membuat seseorang mampu
membandingkan tingkah lakunya. Agama memberikan perlindungan rasa aman,
terutama bagi remaja yang sedang mencari eksistensi dirinya. Dibandingkan
dengan masa awal anak-anak, keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan
yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki
kemampuan berpikir simbolik. Yang mana Tuhan dibayangkan sebagai orang yang
berada di awan. Sehingga pada masa remaja mereka mungkin barusaha mencari sebuah
konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensinya. Perkembangan
pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh
perkembangan kognitifnya. Dalam studi yang dilakukan Goldman (1962) tentang
perkembangan pemahaman agama anak-anak dan remaja dengan latar belakang teori
perkembangan kognitif piaget, ditemukan bahwa perkembangan pemahaman agama
remaja berada pada tahap 3, yaitu format operational religious Thought, dimana
remaja memperlihatkan pemahaman agama yang lebih abstrak dan hipotesis. Secara
fisik remaja sudah berpenampilan dewasa, tetapi secara psikologis
belum.Ketidakseimbangan ini menjadikan terombang-ambing. Menghadapi gejala
seperti ini, nilai-nilai ajaran agama sebenarnya dapat difungsikan. Tokoh dan
pemuka agama mempunyai peran strategis untuk mampu melakukan pendekatan yang
tepat. Melalui pendekatan dan penelitian nilai-nilai ajaran agama yang baik,
setidaknya akan memberi kesadaran baru bagi remaja. Bahkan agama itu mengundang
nilai-nilai ajaran yang sejalan dengan fitrah manusia, universal, dan bertumpu
pada pembentukan sikap akhlak mulia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pertumbuhan
dan perkembangan madya’ dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis
(perubahan yang bersifat saling kebergantungan atau saling mempengaruhi antara
satu bagian dengan bagian lainnya, baik fisik maupun psikis ( psikologis ) dan
merupakan satu kesatuan yang harmonis), progresif (perubahan yang terjadi
bersifat maju, meningkat dan meluas, baik secara kuantitatif/fisik mapun kualitatif/psikis),
dan berkesinambungan (perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu
berlangsung secara beraturan atau berurutan) dalam diri individu sejak lahir
hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan – perubahan
yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya”. (Yusuf,
2003:15). Setiap individu akan mengalami proses perkembangan yang berlangsung
melalui tahapan-tahapan perkembangan secara berantai. Masa remaja merupakan
suatu masa yang sangat menentukan karena pada masa ini seseorang banyak
mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikis.
Menurut Hurlock, dia membagi masa remaja menjadi dua
fase, yaitu, masa puberty dan masa adolescence sedangkan Kwoe Soen Liang,
membagi fase remaja menjadi tiga fase, yaitu: praepuberteit, puberteit, dan
adolescence.
1)
Ciri-ciri
penting remaja awal yaitu sekitar 12/13 – 17/18 tahun, seperti yang diungkapkan
oleh Hurlock, yaitu: keinginan untuk menyendiri, berkurang kemauan untuk
bekerja, kurang koordinasi fungsi-fungsi, kejemuan, kegelisahan, kepekaan
perasaan, kurang percaya diri, dan timbul minat pada lawan jenis.
2)
Ciri-ciri
penting remaja akhir yaitu sekitar 17/18 – 21/22, ialah stabilitas mulai timbul
dan meningkat, pandangan yang lebih realitas, menghadapi masalah secara lebih
matang, serta perasaan menjadi lebih tenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar